Oleh
Anastasia
Maltseva
HINGGA satu dekade pascaruntuhnya Uni Soviet, Rusia masih
menggunakan sistem pendidikan Soviet. Pada 2001, Rusia mencoba menerapkan
sistem pendidikan baru yakni EGE (Ediniy Gosudarstvenniy Ekzamen/Ujian
Nasional). Sistem tersebut lalu diberlakukan di seluruh Rusia sejak 2009.
Dalam sistem pendidikan Soviet, pelajar SMA yang baru lulus
harus mengikuti ujian masuk perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh
masing-masing universitas. Siswa hampir tak mungkin mendaftar ke beberapa
universitas sekaligus. Kalaupun bisa, semua ujian masuk perguruan tinggi yang
mereka incar harus dilaksanakan terpisah. Masalah tersebut terpecahkan sejak
pemberlakuan sistem EGE. EGE berfungsi sebagai ujian kelulusan SMA sekaligus
ujian masuk perguruan tinggi. Calon mahasiswa berkesempatan mendaftar di
beberapa perguruan tinggi sekaligus. Sistem ini membuat persaingan untuk
mendapatkan tempat di perguruan tinggi melonjak tajam, namun prosedur
penerimaan mahasiswa baru menjadi lebih mudah.
Calon mahasiswa mengerjakan ujian EGE tanpa perlu datang
langsung ke perguruan tinggi yang dipilih. Hal ini memberi kemudahan bagi
pelajar yang tinggal di luar Moskow, sebab harga tiket pesawat ke ibukota
sangat mahal, bahkan kadang jumlahnya sama dengan gaji rata-rata di daerah
lain. Tapi untuk perguruan tinggi kesenian, peserta harus hadir langsung
menjalani ujian masuk.
Salah satu tujuan utama pelaksanaan EGE adalah menghindari
terjadinya tindakan KKN di perguruan tinggi. Sistem ini membuat perguruan
tinggi harus menerima mahassiwa baru berdasarkan hasil EGE, bukan berdasarkan
ujian masuk mandiri yang rawan transaksi sogok-menyogok atau nepotisme.
Wakil Perdana Menteri Rusia Igor Shuvalov menyebut EGE
sebagai “alat bantu peningkatan status sosial”, karena dapat menciptakan
pemerataan kesempataan untuk mengenyam pendidikan di universitas ternama.
Masalah Akibat EGE
Warga Rusia tidak terlalu setuju akan penerapan sistem EGE.
Kepala Laboratorium Pengendalian Bahasa Fakultas Bahasa Asing Universitas
Negeri Moskow Svetlana Ter-Minasova menyatakan bahwa EGE telah menciptakan
masalah sejak awal diberlakukan pada sebelas tahun lalu. “Ketika itu EGE
dilaksanakan tanpa persiapan yang matang. Para pengajar dan pelajar menjalankan
ujian itu dan sebagian dari mereka gagal. Masyarakat pun melancarkan aksi
protes,” cerita Ter-Minasova.
Seiring waktu, masalah ketidaksiapan mulai teratasi, namun
masalah lain muncul. Ujian kelulusan dan ujian masuk perguruan tinggi digabung
dalam EGE, hal ini membuat EGE sangat penting bagi pelajar SMA. Jika mereka
gagal dalam ujian tersebut, mereka tidak dapat lulus dari SMA dan tidak bisa
mendaftar di perguruan tinggi manapun, sedangkan ujian perbaikan hanya dapat
dilakukan pada tahun berikutnya. Oleh karena itu, banyak peserta EGE yang
mengalami stress berat menjelang ujian.
Ketakutan menjelang ujian dan nilai EGE
yang rendah menjadi salah satu penyebab bunuh diri bagi pelajar di Rusia. Pada
Mei 2006, seorang siswi SMA di Tunkinskiy, Buryatiya gantung diri dan
meninggalkan pesan, “Saya tidak sanggup mengikuti EGE”.
Selain itu, EGE dianggap mengubah fokus para guru di
sekolah. Mereka tidak lagi mengajar atau mendidik dengan sungguh-sungguh, malah
berupaya sekuat tenaga untuk mempersiapkan siswanya mengikuti ujian EGE. Hal
ini membuat para guru privat dan bimbingan belajar laku keras.
Ada pula masalah lain yang tak kalah buruk, yakni bocoran
soal ujian. Kecurangan dalam ujian EGE sangat rawan dilakukan berkat kemajuan
teknologi komunikasi. Para siswa SMA beruntung karena perbedaan waktu yang
besar di Rusia membuat mereka bisa meminta bocoran soal dari pelajar di daerah
lain yang lebih dulu menjalankan ujian. Segera setelah menjalankan ujian EGE,
para siswa dari daerah Dalniy Vostok (ujung Timur Rusia) mengirim foto-foto
kertas ujian EGE di internet. Para siswa di bagian yang lebih Barat dapat
mencontek dari foto itu. Hampir 4.000 kertas ujian dianulir tahun lalu akibat
kecurangan tersebut.
Kasus di Indonesia: Kunci Jawaban di berikan oleh pihak tertentu di sekolah, agar muridnya lulus 100 %
Pemblokiran halaman situs yang memberikan jawaban dan foto ujian EGE tidak menyelesaikan masalah. Anggota legislatif Rusia menawarkan penggunaan FSB (Badan Intelejen Rusia) untuk menangkap para pelanggar serta memberi sanksi administratif dan denda tinggi bagi mereka yang melanggar kerahasiaan ujian EGE. Namun, tindakan tersebut belum mendapat dukungan dari pemerintah.
Untuk menyelesaikan masalah ini, rencananya sekolah akan
dilengkapi dengan metal detector agar para siswa tidak bisa membawa telepon
genggam saat ujian. Selain itu, sinyal telepon juga akan diblokir sebagai alat
tindakan preventif bagi mereka yang berhasil membawa ponsel ke ruang ujian.
Komentar: Apa yang terjadi di Rusia mirip dengan yang terjadi di Indonesia, malah bisa lebih buruk lagi.
No comments:
Post a Comment