Oleh
Yunanto Wiji Utomo
Artikel yang mendahului artikel ini lihat di sini ( Oleh Nasbahry Couto)
Kerajaan Majapahit ternyata kerajaan Islam pada Awalnya ? (lihat di sini)
Kerajaan Majapahit ternyata kerajaan Islam pada Awalnya ? (lihat di sini)
Suatu hari pada awal 2012, saya berkesempatan berdiskusi dengan Hasan
Djafar, seorang ahli arkeologi, epigrafi dan sejarah kuno. Lelaki dengan tutur
dan penampilan bersahaja itu akrab dipanggil dengan sebutan ”Mang Hasan”. Saya
menyampaikan kepadanya tentang sesuatu yang telah menjadi panutan umum: bahwa
Majapahit mempunyai wilayah Nusantara yang teritorinya seperti Republik
Indonesia.
“Itu omong kosong!” ujar Hasan, “tidak ada sumber yang mengatakan seperti
itu.” Dia mengingatkan, kalau sejarah harus berdasarkan sumber berarti semuanya
harus kembali ke sumber tertulisnya. “Wilayah Majapahit itu ada di Pulau
Jawa―itu pun hanya― Jawa Timur dan Jawa Tengah.”
“Sayang sekali banyak ahli sejarah menafsirkan bahwa Nusantara itulah
wilayah Majapahit!” Menurutnya, makna “nusa” adalah “pulau-pulau atau daerah”,
sedangkan “antara” adalah “yang lain.” Jadi Nusantara pada masa Majapahit
diartikan sebagai “daerah-daerah yang lain” ―karena kenyataannya memang di luar
wilayah Majapahit.
majapahit,surya,lambang kerajaanSurya Majapahit, lambang kerajaan
Majapahit. Kejayaan dan kekayaan kerajaan ini meninggalkan banyak bangunan,
karya seni, dan harta tak bernilai lainnya. Kisah lengkapnya dalam Metropolitan
yang Hilang di NGI September 2012. (Dwi Oblo).
Nusantara merupakan koalisi antara kerajaan-kerajaan yang turut bekerja
untuk kepentingan bersama untuk keamanan dan perdagangan regional, demikian
hemat Hasan. Mereka berkoalisi sebagai “mitra satata”―sahabat atau mitra dalam
kedudukan yang sama.
“Jangan diartikan kepulauan di antara dua benua,” kata Hasan. “Bukan
pula nusa yang lokasinya di antara.”
Sebagai kerajaan adikuasa setelah zaman Sriwijaya berakhir, Majapahit
tetap berkepentingan dengan wilayah kerajaan-kerajaan itu sebagai daerah tujuan
pemasaran dan sebagai penghasil sumber daya alam yang berpotensi perdagangan.
Memang ada jalinan hubungan, namun hubungan ini tidak harus seperti penguasa
dan yang dikuasai, bukan kekuasaan dalam artian politik. Ini adalah hubungan
kepentingan bersama sehingga Majapahit juga berkepentingan untuk mengamankan
dan melindungi wilayah-wilayah itu.
Namun demikian, sampai hari ini masih saja ada tafsir bahwa
kerajaan-kerajaan itu memberikan upetinya setiap tahun kepada Majapahit. Hal ini
seolah membuktikan ketundukkan kerajaan-kerajaan Nusantara dibawah supremasi
Majapahit.
“Ini sering ditafsirkan sebagai upeti,” ujar Hasan. “Padahal, tidak ada
satu kata pun dalam Nagarakertagama yang bisa diartikan sebagai upeti, apalagi
upeti tanda tunduk seolah menjadi negara jajahan Majapahit.”
Berdasar uraian Nagarakertagama, Majapahit memang punya tradisi
mengadakan suatu pesta besar setiap tahunnya. Seluruh penguasa wilayah–wilayah
kerajaan itu diundang dan ada yang memberikan hadiah-hadiah kepada raja
Majapahit, dan menurut Hasan hadiah itu bukanlah upeti. “Buktinya, sejak
Majapahit berkuasa sampai runtuh pun daerah-daerah itu bebas merdeka.”
majapahit,trowulan,kanal,candi,rumah majapahit,mojokerto,pembuat batu
bata,world monument fundReruntuhan tembok batu bata tebal tinggalan Majapahit
di sisi timur Trowulan. Pada 9 Oktober 2013, World Monument Fund mengumumkan
bahwa Trowulan merupakan situs pusaka yang terancam kehancuran sehingga masuk
dalam senarai World Monument Watch 2014. (Mahandis Y. Thamrin/NGI)
Lalu mengapa sampai ada anggapan bahwa Nusantara itu adalah wilayah
Majapahit? “Barangkali karena The Founding Fathers kita ingin menyatukan negara
ini,” ujar Hasan lirih. Kemudian “Muhammad Yamin—salah satu tokoh pendiri
negara Indonesia—menggunakan gagasan Nusantara sebagai bentuk negara kesatuan.”
Di sebuah toko buku bekas di Jakarta, saya pernah menemukan karya Yamin
yang dimaksud oleh Hasan. Yamin, pernah menulis sebuah buku Gajah Mada,
Pahlawan Persatuan Nusantara yang terbit pertama kali pada 1945 dan telah
dicetak ulang belasan kali. Buku itu mengisahkan epos kepahlawanan Gajah Mada
sebagai Patih Kerajaan Majapahit.
Dalam lampirannya terdapat secarik peta wilayah Indonesia―terbentang
dari Sabang sampai Merauke, dari Timor sampai ke Talaud―dengan judul Daerah
Nusantara dalam Keradjaan Madjapahit. Tentang peta ini Djaffar mengungkapkan
bahwa “gagasan persatuan ini oleh para sejarawan telah ditafsirkan sebagai
wilayah Majapahit sehingga seolah ada penaklukan. Itu salahnya!”
Sumber
http://sains.kompas.com/read/2013/10/13/2012358/Faktanya.Nusantara.Bukanlah.Wilayah.Majapahit
No comments:
Post a Comment