Sumber:http://atjehpress.com
Genosida atau genosid adalah sebuah pembantaian besar-besaran secara sistematis terhadap satu suku bangsa atau kelompok dengan maksud memusnahkan (membuat punah) bangsa tersebut. Kata ini pertama kali digunakan oleh seorang ahli hukum Polandia, Raphael Lemkin, pada tahun 1944 dalam bukunya Axis Rule in Occupied Europe yang diterbitkan di Amerika Serikat. Kata ini diambil dari bahasa Yunani γένος genos ('ras', 'bangsa' atau 'rakyat') dan bahasa Latin caedere ('pembunuhan'). Genosida merupakan satu dari empat pelanggaran HAM berat yang berada dalam yurisdiksi International Criminal Court. Pelanggaran HAM berat lainnya ialah kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan kejahatan Agresi. Menurut Statuta Roma dan Undang-Undang no. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, genosida ialah Perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama dengan cara membunuh anggota kelompok; mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota kelompok; menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang menciptakan kemusnahan secara fisik sebagian atau seluruhnya; melakukan tindakan mencegah kelahiran dalam kelompok; memindahkan secara paksa anak-anak dalam kelompok ke kelompok lain. Ada pula istilah genosida budaya yang berarti pembunuhan peradaban dengan melarang penggunaan bahasa dari suatu kelompok atau suku, mengubah atau menghancurkan sejarahnya atau menghancurkan simbol-simbol peradabannya.(Wikipedia, 2015)
TAHUKAH anda perusahan (korporasi) yang paling banyak menyumbang
titik api yang Mengakibatkan bencana asap melanda Sumatera dan Kalimantan.? Berikut Korporasi-korporasi
di Balik Kebakaran Hutan dan Lahan Itu.
Walhi merilis daftar
perusahaan besar di balik kebakaran hutan dan lahan. Daftar itu hasil analisis
kebakaran hutan dan lahan di Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat,
dan Kalimantan Tengah.
“Hasil analisis menunjukkan mayoritas titik api di dalam konsesi perusahaan. Di
HTI 5.669 titik api, perkebunan sawit 9.168,” kata Edo Rahkman, Manajer
Kampanye Walhi Nasional di Jakarta, pekan lalu. Sumber: http://id.news.ret1p.global.media.yahoo.com/inilah-korporas…
Walhi merinci daftar berbagai
grup besar terlibat membakar hutan dan lahan,
di Kalteng Sinar Mas tiga anak
perusahaan, Wilmar 14. Di Riau, anak usaha Asia Pulp and Paper (APP) enam,
Sinar Mas (6), APRIL (6), Simederby (1), First Resources (1) dan Provident (1).
Di Sumsel (8) Sinar Mas dan
11 Wilmar, (4) Sampoerna, (3) PTPN, (1) Simederby, (1) Cargil dan (3) Marubeni.
Kalbar Sinar Mas (6), RGM/ APRIL (6). Di Jambi Sinar Mas (2) dan Wilmar (2).
Berdasarkan data LAPAN
periode Januari-September 2015 ada 16.334 titik api, 2014 ada 36.781.
Berdasarkan data NASA FIRM 2015 ada 24.086 titik api, dan 2014 ada 2.014.
Kebakaran hutan dan lahan
menyebabkan warga terserang ISPA. Di Jambi ada 20.471 orang, Kalteng 15.138,
Sumsel 28.000, dan Kalbar 10.010 orang.
Arie Rompas Direktur
Eksekutif Walhi Kalteng mengatakan, kebakaran karena pola penguasaan lahan
korporasi terlalu luas. Dari 15,3 juta hektar luas Kalteng, 12,7 juta hektar
(78%) dikuasai investasi. Baik HPH, sawit maupun pertambangan.
“Kalteng memiliki lahan
gambut paling luas 3,1 juta hektar. Sudah habis untuk investasi perkebunan
sawit. Kesalahan pemerintah yakni pembangunan lahan gambut sejuta haktar zaman
Soeharto dan membuka gambut yang menjadi titik api. Gambut itu ekosistem basah
yang ketika kering mudah terbakar,” katanya.
Tahun 2015, ada 17.676
titik api di Kalteng. Kebanyakan di konsesi. Namun upaya penegakan hukum masih
kurang. Baru ada 30 perusahaan disidik, 10 disegel, tetapi belum jelas tindak
lanjut seperti apa.
“Yang ditetapkan tersangka
Mabes Polri cuma tiga. Itupun perusahaan kecil. Ini menunjukkan penegakkan
hukum belum mengarah aktor besar yang mengakumulasi praktik besar pembakaran
hutan.”
Dia menyebutkan, grup besar
yang seharusnya disasar dalam upaya penegakan hukum antara lain
- Grup Wilmar,
- Best Agro International,
- Sinar Mas, Musimas,
- Minamas, dan Julong Grup.
Grup-grup ini, katanya,
mengakumulasi mulai pemilik lahan, membeli CPO dari perusahaan menengah dan
kecil, hingga mendapatkan keuntungan dari pembakaran hutan dan lahan.
Senada diungkapkan Anton P
Wijaya, Direktur Eksekutif Walhi Kalbar. Dia mengatakan, Kalbar sebenarnya lahan itu sudah habis dibagi untuk konsesi.
Dari luas 14.680.700 hektar, konsesi
perkebunan sawit 5.387.610,41 hektar (550 perusahaan), pertambangan 6,4 juta
hektar (817 IUP), dan HTI 2,4 juta hektar (52 perusahaan).
Gambut di Kalbar,
2.383.227,114 hektar, di dalamnya, perkebunan sawit 153 perusahaan seluas
860.011,81 hektar. HTI 27 perusahaan seluas 472.428,86 hektar. Total konsesi di
lahan gambut 1.302.498,92 hektar.
“Sebaran Januari-September ada 7.104 titik api. Sebaran di HPH 329, HTI 1.247,
sawit 2.783, tambang 2.600 dan gambut 2.994 titik api. Sejak 8 Juli-22
September, setidaknya 40 perusahaan perkebunan ini konsesi terbakar 24.529
hektar.
Hasil pemantauan 1-22
September ada 739 titik api. Berada di satu HPH, tiga HTI, 11 perkebunan dan
sembilan pertambangan. “Data tak kami berikan kepada kepolisian. Kami berikan kepada KLHK dengan
harapan segera ditindak serius. Kami kecewa progres penegakan hukum kepolisian.”
Modus baru
Modus pembakaran hutan dan
lahan oleh perusahaan, kata Anton, bukan hanya land clearing penyiapan lahan
juga mengklaim asuransi. “Ini modus baru.”Di beberapa perusahaan,
katanya, kebakaran lahan ada kaitan dengan kepentingan asuransi.
“Ini sedang kita dalami. Kita melihat ada kesengajaan. Ketika kebun dibuka dalam hitungan ekonomi tak produktif, maka dihanguskan agar mendapatkan asuransi, uang membuka kebun baru di wilayah lain.”
Anton belum bersedia
menyebut nama-nama perusahaan tetapi dia memastikan ada grup-grup besar
terlibat.
“Di Kalbar kita menyiapkan
gugatan kepada penyelenggara negara melalui citizen law suit. Kiita menuntut
tanggung jawab negara yang belum memenuhi hak-hak masyarakat. Ada tujuh posko
pendaftaran gugatan di Pontianak. Harapannya ini mendapatkan dukungan
masyarakat.”
Hadi Jatmiko, Direktur
Eksekutif Walhi Sumsel mengatakan, titik api banyak di lahan gambut hingga
muncul asap tebal dua bulan belakangan.
Di Sumsel, ada 3.679 titik
api dengan sebaran perkebunan 830 dan HTI 2.509. “Hampir seluruhnya di konsesi.
Negara harus memastikan tanggungjawab penuh dari perusahaan dan berani
menuntut,” katanya. Bahkan, ada satu HTI terbakar minggu lalu, ketika masyarakat berduyun-duyun
mengambil air dan memadamkan dihadang kepolisian. Polisi menanyakan SIM dan
STNK. Padahal itu di tengah hutan. Masyarakat tidak melihat kepolisan
menghadang untuk memadamkan api.
“Masyarakat memadamkan
karena takut kebun terbakar. Karena ada kebun karet masyarakat 30 hektar
terbakar,” katanya.
Rudiansyah dari Walhi Jambi
mengatakan, lima tahun terakhir kebakaran di konsesi sama. Sejak 2011, sebaran
titik api naik 40%.
“Walaupun ada komitmen pemerintan pusat dan daerah tapi titik api terus
meningkat. Tahun 2015, ada 5.000 an titik api di konsesi, 80% lahan gambut. HTI
maupun sawit.”
Dalam Januari-Agustus 2015, ada 33.000 hektar terbakar dan ISPU sampai 406 hingga membayakan kesehatan.
Menurut dia, rata-rata perusahaan di Jambi pemasok Wilmar. Modus pembakaran,
katanya, pada lahan sisa yang akan ditanami. Yang membakar, selain karyawan,
juga masyarakat dengan upah Rp5 juta. Motif pakai tali nilon dipasang jarak 200
meter. Pakai minyak tanah, dinyalakan dengan obat nyamuk.
“Ini kesaksian masyarakat
sebagai pelaku. Pembakaran itu disengaja. Akhirnya masyarakat jadi korban.” Sebenarnya Polda Jambi
maupun KLHK sudah merilis dengan mengindentifikasi 15 perusahaan pembakar lahan
sengaja.
“Kami menunjukkan grup Sinar Mas, PT Tebo Multi Agro, PT Wira Karya Sakti.
Sudah masuk list kepolisian jambi dan KLHK. Dalam proses penyelidikan
kepolisian belum sampai.”
Riko Kurniawan, Direktur
Eksekutif Walhi Riau melalui sambungan Skype mengatakan, kebakaran hutan dan
lahan di Riau sepanjang Juli-Agustus juga banyak di konsesi.
Walhi Riau juga ada posko
pengaduan masyarakat agar bisa menggugat class action. Walhi Riau juga akan
melaporkan ke PBB karena ada kelalaian negara melindungi masyarakat.
Gugatan perdata ada 20
perusahaan. Dua perusahaan sebagai tersangka. Satu izin HPH dicabut KLHK.
Muhnur Satyahaprabu,
Manajer Kebijakan dan Pembelaan Hukum Walhi Nasional juga menanggapi. Dia
mengatakan, data ini bukan berdasar asumsi dan halusinasi Walhi. Semua berdasarkan
investigasi dan terkonfirmasi dari sumber relevan.
“Kita bertanggungjawab atas
rilis ini. Kejadian tahun ini seharusnya membuka peluang negara bertindak.
Jangan sampai sepeser uang masyarakat terambil. Rilis korporasi besar bukan
hanya mengungkap kejahatan, juga meminta pertanggungjawaban.”
Muhnur meminta, pemerintah
menggunakan hak representatif warga untuk mengajukan gugatan. Hak representatif
ini jarang dan tidak pernah dilakukan pemerintah. Seharusnya pemerintah bisa
mewakili rakyat mengklaim semua kerugian dan biaya supaya diganti perusahaan.
Catatan Walhi, 2013 ada 117
perusahaan dilaporkan tetapi hanya satu dipidana. Sekarang ada kekhawatiran
akan terulang. Dari hampir 300 perusahaan, belum jelas proses hukumnya.
Asosiasi dan korporasi
menanggapi. “Kalau yang sudah terpublikasi di media, itu oleh anggota IPOP akan
diverifikasi dulu. Apakah benar mereka melakukan? Jadi kita tak hanya menerima
nama dari media. Kami akan mengecek langsung ke perusahaan,” kata Direktur
Eksekutif Indonesian Palm Oil Pledge (IPOP), Nurdiana Darus di Jakarta, Senin
(5/10/15).
Dia mengatakan, kalau pemasok sawit terbukti membakar, setiap anggota IPOP akan
mengikuti kebijakan masing-masing perusahaan.
=====================================
Sumber:
Perusahaan Grup Wilmar dan Sinar Mas
Paling Banyak Menyumbang Titik Api...
Kebakaran Lahan Sinar Mas Group dan
Wilmar Group...
Sumber utama:https://www.facebook.com,
No comments:
Post a Comment