Automatic translation of this blog page: Terjemahan otomatis hal blog ini

Thursday, October 8, 2015

Mengapa Negara Bungkam atas Pembakaran Hutan: (Genosida Terselubung) di Riau, Jambi dan Kalimantan

Sumber:http://atjehpress.com
Genosida atau genosid adalah sebuah pembantaian besar-besaran secara sistematis terhadap satu suku bangsa atau kelompok dengan maksud memusnahkan (membuat punah) bangsa tersebut. Kata ini pertama kali digunakan oleh seorang ahli hukum Polandia, Raphael Lemkin, pada tahun 1944 dalam bukunya Axis Rule in Occupied Europe yang diterbitkan di Amerika Serikat. Kata ini diambil dari bahasa Yunani γένος genos ('ras', 'bangsa' atau 'rakyat') dan bahasa Latin caedere ('pembunuhan'). Genosida merupakan satu dari empat pelanggaran HAM berat yang berada dalam yurisdiksi International Criminal Court. Pelanggaran HAM berat lainnya ialah kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan kejahatan Agresi. Menurut Statuta Roma dan Undang-Undang no. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, genosida ialah Perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama dengan cara membunuh anggota kelompok; mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota kelompok; menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang menciptakan kemusnahan secara fisik sebagian atau seluruhnya; melakukan tindakan mencegah kelahiran dalam kelompok; memindahkan secara paksa anak-anak dalam kelompok ke kelompok lain. Ada pula istilah genosida budaya yang berarti pembunuhan peradaban dengan melarang penggunaan bahasa dari suatu kelompok atau suku, mengubah atau menghancurkan sejarahnya atau menghancurkan simbol-simbol peradabannya.(Wikipedia, 2015)
TAHUKAH anda perusahan (korporasi) yang paling banyak menyumbang titik api yang Mengakibatkan bencana asap melanda Sumatera dan Kalimantan.? Berikut Korporasi-korporasi di Balik Kebakaran Hutan dan Lahan Itu.

Walhi merilis daftar perusahaan besar di balik kebakaran hutan dan lahan. Daftar itu hasil analisis kebakaran hutan dan lahan di Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah.
“Hasil analisis menunjukkan mayoritas titik api di dalam konsesi perusahaan. Di HTI 5.669 titik api, perkebunan sawit 9.168,” kata Edo Rahkman, Manajer Kampanye Walhi Nasional di Jakarta, pekan lalu. Sumber: http://id.news.ret1p.global.media.yahoo.com/inilah-korporas…

Walhi merinci daftar berbagai grup besar terlibat membakar hutan dan lahan, 
di Kalteng Sinar Mas tiga anak perusahaan, Wilmar 14. Di Riau, anak usaha Asia Pulp and Paper (APP) enam, Sinar Mas (6), APRIL (6), Simederby (1), First Resources (1) dan Provident (1).
Di Sumsel (8) Sinar Mas dan 11 Wilmar, (4) Sampoerna, (3) PTPN, (1) Simederby, (1) Cargil dan (3) Marubeni. Kalbar Sinar Mas (6), RGM/ APRIL (6). Di Jambi Sinar Mas (2) dan Wilmar (2).
Berdasarkan data LAPAN periode Januari-September 2015 ada 16.334 titik api, 2014 ada 36.781. Berdasarkan data NASA FIRM 2015 ada 24.086 titik api, dan 2014 ada 2.014.

Kebakaran hutan dan lahan menyebabkan warga terserang ISPA. Di Jambi ada 20.471 orang, Kalteng 15.138, Sumsel 28.000, dan Kalbar 10.010 orang.

Arie Rompas Direktur Eksekutif Walhi Kalteng mengatakan, kebakaran karena pola penguasaan lahan korporasi terlalu luas. Dari 15,3 juta hektar luas Kalteng, 12,7 juta hektar (78%) dikuasai investasi. Baik HPH, sawit maupun pertambangan.
“Kalteng memiliki lahan gambut paling luas 3,1 juta hektar. Sudah habis untuk investasi perkebunan sawit. Kesalahan pemerintah yakni pembangunan lahan gambut sejuta haktar zaman Soeharto dan membuka gambut yang menjadi titik api. Gambut itu ekosistem basah yang ketika kering mudah terbakar,” katanya.
Tahun 2015, ada 17.676 titik api di Kalteng. Kebanyakan di konsesi. Namun upaya penegakan hukum masih kurang. Baru ada 30 perusahaan disidik, 10 disegel, tetapi belum jelas tindak lanjut seperti apa.
“Yang ditetapkan tersangka Mabes Polri cuma tiga. Itupun perusahaan kecil. Ini menunjukkan penegakkan hukum belum mengarah aktor besar yang mengakumulasi praktik besar pembakaran hutan.”

Dia menyebutkan, grup besar yang seharusnya disasar dalam upaya penegakan hukum antara lain 
  • Grup Wilmar, 
  • Best Agro International, 
  • Sinar Mas, Musimas, 
  • Minamas, dan Julong Grup.
Grup-grup ini, katanya, mengakumulasi mulai pemilik lahan, membeli CPO dari perusahaan menengah dan kecil, hingga mendapatkan keuntungan dari pembakaran hutan dan lahan.
Senada diungkapkan Anton P Wijaya, Direktur Eksekutif Walhi Kalbar. Dia mengatakan, Kalbar sebenarnya lahan itu sudah habis dibagi untuk konsesi. 

Dari luas 14.680.700 hektar, konsesi perkebunan sawit 5.387.610,41 hektar (550 perusahaan), pertambangan 6,4 juta hektar (817 IUP), dan HTI 2,4 juta hektar (52 perusahaan).
Gambut di Kalbar, 2.383.227,114 hektar, di dalamnya, perkebunan sawit 153 perusahaan seluas 860.011,81 hektar. HTI 27 perusahaan seluas 472.428,86 hektar. Total konsesi di lahan gambut 1.302.498,92 hektar.

“Sebaran Januari-September ada 7.104 titik api. Sebaran di HPH 329, HTI 1.247, sawit 2.783, tambang 2.600 dan gambut 2.994 titik api. Sejak 8 Juli-22 September, setidaknya 40 perusahaan perkebunan ini konsesi terbakar 24.529 hektar.

Hasil pemantauan 1-22 September ada 739 titik api. Berada di satu HPH, tiga HTI, 11 perkebunan dan sembilan pertambangan. “Data tak kami berikan kepada kepolisian. Kami berikan kepada KLHK dengan harapan segera ditindak serius. Kami kecewa progres penegakan hukum kepolisian.”

Modus baru
Modus pembakaran hutan dan lahan oleh perusahaan, kata Anton, bukan hanya land clearing penyiapan lahan juga mengklaim asuransi. “Ini modus baru.”Di beberapa perusahaan, katanya, kebakaran lahan ada kaitan dengan kepentingan asuransi. 

“Ini sedang kita dalami. Kita melihat ada kesengajaan. Ketika kebun dibuka dalam hitungan ekonomi tak produktif, maka dihanguskan agar mendapatkan asuransi, uang membuka kebun baru di wilayah lain.”
Anton belum bersedia menyebut nama-nama perusahaan tetapi dia memastikan ada grup-grup besar terlibat.
“Di Kalbar kita menyiapkan gugatan kepada penyelenggara negara melalui citizen law suit. Kiita menuntut tanggung jawab negara yang belum memenuhi hak-hak masyarakat. Ada tujuh posko pendaftaran gugatan di Pontianak. Harapannya ini mendapatkan dukungan masyarakat.”

Hadi Jatmiko, Direktur Eksekutif Walhi Sumsel mengatakan, titik api banyak di lahan gambut hingga muncul asap tebal dua bulan belakangan.

Di Sumsel, ada 3.679 titik api dengan sebaran perkebunan 830 dan HTI 2.509. “Hampir seluruhnya di konsesi. Negara harus memastikan tanggungjawab penuh dari perusahaan dan berani menuntut,” katanya. Bahkan, ada satu HTI terbakar minggu lalu, ketika masyarakat berduyun-duyun mengambil air dan memadamkan dihadang kepolisian. Polisi menanyakan SIM dan STNK. Padahal itu di tengah hutan. Masyarakat tidak melihat kepolisan menghadang untuk memadamkan api.

“Masyarakat memadamkan karena takut kebun terbakar. Karena ada kebun karet masyarakat 30 hektar terbakar,” katanya.
Rudiansyah dari Walhi Jambi mengatakan, lima tahun terakhir kebakaran di konsesi sama. Sejak 2011, sebaran titik api naik 40%.

“Walaupun ada komitmen pemerintan pusat dan daerah tapi titik api terus meningkat. Tahun 2015, ada 5.000 an titik api di konsesi, 80% lahan gambut. HTI maupun sawit.”

Dalam Januari-Agustus 2015, ada 33.000 hektar terbakar dan ISPU sampai 406 hingga membayakan kesehatan.

Menurut dia, rata-rata perusahaan di Jambi pemasok Wilmar. Modus pembakaran, katanya, pada lahan sisa yang akan ditanami. Yang membakar, selain karyawan, juga masyarakat dengan upah Rp5 juta. Motif pakai tali nilon dipasang jarak 200 meter. Pakai minyak tanah, dinyalakan dengan obat nyamuk.


“Ini kesaksian masyarakat sebagai pelaku. Pembakaran itu disengaja. Akhirnya masyarakat jadi korban.” Sebenarnya Polda Jambi maupun KLHK sudah merilis dengan mengindentifikasi 15 perusahaan pembakar lahan sengaja.

“Kami menunjukkan grup Sinar Mas, PT Tebo Multi Agro, PT Wira Karya Sakti. Sudah masuk list kepolisian jambi dan KLHK. Dalam proses penyelidikan kepolisian belum sampai.”
Riko Kurniawan, Direktur Eksekutif Walhi Riau melalui sambungan Skype mengatakan, kebakaran hutan dan lahan di Riau sepanjang Juli-Agustus juga banyak di konsesi.

Walhi Riau juga ada posko pengaduan masyarakat agar bisa menggugat class action. Walhi Riau juga akan melaporkan ke PBB karena ada kelalaian negara melindungi masyarakat.

Gugatan perdata ada 20 perusahaan. Dua perusahaan sebagai tersangka. Satu izin HPH dicabut KLHK.

Muhnur Satyahaprabu, Manajer Kebijakan dan Pembelaan Hukum Walhi Nasional juga menanggapi. Dia mengatakan, data ini bukan berdasar asumsi dan halusinasi Walhi. Semua berdasarkan investigasi dan terkonfirmasi dari sumber relevan.

“Kita bertanggungjawab atas rilis ini. Kejadian tahun ini seharusnya membuka peluang negara bertindak. Jangan sampai sepeser uang masyarakat terambil. Rilis korporasi besar bukan hanya mengungkap kejahatan, juga meminta pertanggungjawaban.”

Muhnur meminta, pemerintah menggunakan hak representatif warga untuk mengajukan gugatan. Hak representatif ini jarang dan tidak pernah dilakukan pemerintah. Seharusnya pemerintah bisa mewakili rakyat mengklaim semua kerugian dan biaya supaya diganti perusahaan.

Catatan Walhi, 2013 ada 117 perusahaan dilaporkan tetapi hanya satu dipidana. Sekarang ada kekhawatiran akan terulang. Dari hampir 300 perusahaan, belum jelas proses hukumnya.

Asosiasi dan korporasi menanggapi. “Kalau yang sudah terpublikasi di media, itu oleh anggota IPOP akan diverifikasi dulu. Apakah benar mereka melakukan? Jadi kita tak hanya menerima nama dari media. Kami akan mengecek langsung ke perusahaan,” kata Direktur Eksekutif Indonesian Palm Oil Pledge (IPOP), Nurdiana Darus di Jakarta, Senin (5/10/15).

Dia mengatakan, kalau pemasok sawit terbukti membakar, setiap anggota IPOP akan mengikuti kebijakan masing-masing perusahaan.
=====================================
Sumber:
Perusahaan Grup Wilmar dan Sinar Mas Paling Banyak Menyumbang Titik Api...
 Kebakaran Lahan Sinar Mas Group dan Wilmar Group...

Sumber utama:https://www.facebook.com, 


No comments: